I. Pendahuluan
Sebagai
kitab suci dan pedoman hidup bagi umat manusia, Al Qur'an mempunyai peran
penting dalam kehidupan setiap individu yang senantyasa ingin berjalan pada
jalan yang benar demi menggapai keridhoan Allah SWT. Maka pemahaman isi Al
Qur'an menjadi satu kepentingan yang tidak bisa lagi dielakkan. Atas dasar
kepentingan tersebut, munculah berbagai macam produk tafsir yang kerap berbeda
satu dan yang lainnya.
Perbedaan dalam penafsiran yang
terjadi tidak boleh lepas dari pengamatan kita, karena tak jarang perbedaan itu
dapat menimbulkan pemahaman yang relative berbeda. Maka dari itu, kita harus
senantyasa berusaha untuk mengetahui berbagai metode yang dipakai dan latar
belakang dari setiap mufassir karena latar belakang dari para mufassir itu
sendiri dapat menimbulkan perbedaan yang tidak bisa dipungkiri lagi.
Dalam sejarah perkembangan tafsir, telah dapat ditemukan
berbagai macam produk tafsir yang berbeda dan dapat diketahui banyaknya ulama
muslim yang berkecimpung dalam hal ini demi menggali makna terdalam yang
terkandung dalam Al Qur'an. Tafsir
Al Qur’an Al Adzim adalah Tafsir yang ditulis oleh Imam Al Jalil Al Hafidz Ibnu
Katsir adalah salah satu tafsir yang ikut mewarnai maraknya penafsiran Al
Qur’an. Penafsiran dari para mufassir memiliki
ciri dan metode yang berbeda antara satu dan yang lainnya. Maka dari itu
merupakan kewajiban kita untuk meneliti metode apa yang dipakai dan makna apa
saja yang terkandung didalam setiap produk tafsir para mufassir tersebut. Dan
pada kesempatan kali ini akan dibahas hal-hal terkait tafsir Al Qur’an Al Adzim
yang ditulis oleh Al Hafidz Ibnu Katsir.
II. Pembahasan
- Biografi Ibnu Katsir
Imam Al Hafidz Ibnu Katsir adalah seorang ulama
syafi’i dan salah satu dari ahli hadits, dilahirkan di kota ibunya yaitu kota
mijdal yang berada di Bashra. Dan Ibnu Katsir tumbuh dalam kondisi keluarga
yang mengutamakan keilmuan dan ajaran agama. Ayahnya bernama Umar bin Hafsh bin
Katsir , dan ayahnya meninggal pada tahun 707 H ketika ia berumur tiga tahun,
lalu berpindahlah Ibnu Katsir ke kota Damaskus.
Setelah ayahnya meninggal, Ibnu Katsir dididik dan
dibesarkan oleh saudaranya yang bernama syaikh abdul wahhab dan dari saudaranya
inilah Ibnu Katsir belajar ilmu fiqh.
Pada tahun 706 ketika berumur 6 tahun Ibnu Katsir
pergi dan menetap di kota damaskus, ibu kota Syiria. Setibanya di Damaskus Ibnu
Katsir mendalami ilmu fiqih kepada Syekh Burhanuddin Ibrohim Ibnu Abdirrohman Alfazzari
yang biasa dikenal dengan sebutan Ibnu al Farkah.
Kesungguhannya
didalam menuntut ilmu membuatnya tidak hanya mengupas ilmu dibidang fiqih, lebih
dari itu Ibnu Katsir pun menelusuri keilmuan dibidang lain seperti tafsir, hadits
bahkan sejarah. Kesungguhan, kecerdasan serta daya hafal yang kuat membawa sang
imam menjadi sosok yang memiliki kredibilitas bukan hanya dibidang tafsir, akan
tetapi Ibnu Katsir pun dikenal sebagai ahli hadits bahkan sejarah. Karya Imam Ibnu
Katsir dibidang hadits semisal “at-takmil fi ma’rifah at-tsiqot wa al-majahil
” atau karya beliau “ jami’ al-masanid wa as-sunan “ menjadi bukti
nyata bahwa selain tokoh dalam dunia tafsir Ibnu Katsir juga tokoh dalam dunia
hadits, atau karyanya “al-bidayah wa an-nihayah” menjadi bukti akan
kompetensinya di bidang sejarah.
Pada tahun 711 H, Imam Ibnu
Katsir berhasil menghafal Al-Quran dibawah bimbingan Syekh Ghailan al-Ba’labaki,
hal ini bertepatan dengan kedatangan Syekh al-hafiz Ibnu Jama’ah di kota
Damaskus. Imam Ibnu Katsir pun menemuinya untuk berguru, dari Syaikh al-hafiz Ibnu
Jama’ah inilah Ibnu Katsir belajar takhrij hadits kitab ar-rafi’I (as-syarh
al-kabir) sebuah kitab fikih mazhab syafi’i.[1]
Seiring
berjalannya waktu tumbuhlah Ibnu Katsir menjadi sesosok yang selalu menyibukkan
diri dengan keilmuan. Ibnu Katsir mencari ilmu kepada banyak guru, diantaranya
:
-
Syaikh
Al Islam Abu Abbas Ahmad bin Taymiyah
-
Syaikh
Al Hafidz Abu Al Hajjaj Yusuf
-
Syaikh
Abu Abdillah Muhammad bin Ahmad Adz Dzahabi
-
Syaikh
Abu Abbas Ahmad Al Hijar ( ibnu As syahnah )
-
Syaikh
Abu Ishak Ibrohim Al Fazari
-
Syaikh
Al Hafidz Kamaluddin Abdul Wahhab
-
Imam
Kamaluddin Abu Ma’ali Muhammad bin Zamalkani
-
Imam
Muhyiyuddin Abu Zakariya Yahya Asysyaybani
-
Imam
Muhammad Qosim Al Barzali
-
Syaikh
Syamsuddin Abu Nashr Muhammad Asysyirazi
Selain memiliki banyak guru, Ibnu katsir juga memiliki banyak murid, diantaranya :
-
Muhammad
bin Muhammad bin Khodri Al Quraysyi
-
Mas’ud
Al Anthoki An Nahwi
-
Muhammad
bin Abi Muhammad Al juzri, Syaikh Ilmu Qiroat
-
Muhammad
bin Ismail Bin Kastir
-
Imam Ibnu Abi ‘Uzz Al Hanafi
Diantara
karya – karya Ibnu Katsir adalah :
1.
Tafsir
Al Qur'an Al Adzim
2.
Al
Bidayat wan Nihayat
3.
Jami'
Al Masanid Al 'Asyrah
4.
Al Ikhtishor as Siroh an Nabawiyyah
5.
Al
Ikhtishor fi Ulumi al Hadits
6.
Al-Ijtihad
fi Thalabi al-Jihad
7.
Risalah
fi al-Jihad
- Profil kitab Tafsir Al Qur'a al Adzim Karya Ibnu Katsir
Tafsir
Ibnu Katsir adalah salah satu kitab tafsir yang terkenal dengan menggunakan
mendekatan periwayatan atau yang biasa disebut tafsir bi al ma'tsur. Dalam
kitab tafsirnya, Ibnu Katsir lebih banyak mencantumkan periwayatan baik dari
hadits-hadits Nabi, perkataan para sahabat dan tabi'in sebagai sumber dari argumentasinya, Tak jarang Ibnu Katsir juga
memberikan penjelasan tentang jarh dan ta'dil pada periwayatan, menshohihkan
dan mendhoifkan hadits.[2]
Tentang isroiliyat, Ibnu Katsir membolehkan mencantumkannya
dalam tafsir dengan syarat isroiliyat yang di gunakan memiliki sanad yang
shahih, tidak bertentangan dengan syari’at dan ini digunakan hanya untuk
istidlal atau bukti penafsiran yang ada ,bukan sandaran prinsipil dalam tafsir.
Seperti penafsiran pada surat Al Baqoroh ayat 67.
Dalam penafsiran dari
ayat ini, dapat ditemukan satu cerita aneh dan panjang yang menceritakan
tentang laki-laki dari Bani Israil. [3]
Setiap
kitab tafsir memliki kecenderungan yang berbeda dalam penafsirannya. Pada
Tafsir Al Aqur'an al Adzim ini, kecenderungan yang nampak adalah dari segi
ahkam / fiqih. Hal ini dapat disimpulkan, karena Ibnu Katsir selalu memberi
penjelasan yang luas disertai dengan pendapat para pada setiap ayat ahkam /
fiqih.
C . Metodologi Penulisan Tafsir Al Qur'an al Adzim Karya
Ibnu Katsir
Yang dimaksud metodologi penafsiran adalah metode
tertentu yang digunakan oleh mufassir dalam penafsirannya. Pada umumnya metode
ini terbagi menjadi empat, yaitu metode ijmali, tahlili ( analitis ), muqorin (
perbandingan ), maudhu'i ( tematik ).[4]
Dan setiap metode yang digunakan pasti memiliki suatu ciri dan spesifikasi
masing-masing.
Tafsir al Al Qur'an al Adzim ini dapat digolongkan
sebagai salah satu tafsir dengan metode tahlili ( analitis ). Karena dalam
menafsirkan setiap ayat, Ibnu Katsir menjelaskannya secara rinci dengan
mencantumkan beberapa periwayatan yang lalu digunakan sebagai pendukung dari
argumentasinya.
Yang dimaksud dengan metode tahlili
adalah menafsirkan ayat-ayat Al Qur’an dengan
memaparkan ayat-ayat Al Qur’an dan memaparkan berbagai aspek yang terkandung
didalam ayat–ayat yang sedang ditafsirkan itu serta menerangkan makna-makna
yang tercakup didalamnya sesuai dengan keahlian dan kecenderungan dari mufassir
yang menafsirkan ayat-ayat tersebut .[5]
Dalam menerapkan metode ini biasanya mufassir
menguraikan makna yang dikandung oleh Al Qur’an, ayat demi ayat dan surat demi
surat sesuai dengan urutannya dalam mushaf. Uraian tersebut menyangkut beberapa
aspek yang dikandung ayat yang ditafsirkan seperti pengertian kosakata,
konotasi kalimatnya, latar belakang turun ayat, kaitannya dengan ayat-ayat yang
lain, baik sebelum maupun sesudahnya (munasabat), dan tak ketinggalan
pendapat-pendapat yang telah dikeluarkan berkenaan dengan tafsiran ayat
terssebut baik yang disampaikan oleh Nabi, sahabat, maupun para tabi’in, dan
tokoh tafsir lainnya.
Bagaimanapun bentuk metodologi yang
dipakai, ia tetap merupakan produk ijtihadi atau hasil dari olah pikir manusia
yang memiliki keterbatasan. Dan keterbatasan inilah yang menimbulkan ketidak
sempurnaan, maka pada metode ini dapat kita temukan kelebihan dan kekurangan
yang akhirnya menjadi ciri-ciri yang ada pada setiap metode.
D. Corak / Aliran Tafsir
Al Qur'an al Adzim karya Ibnu Katsir
Dalam menganalisa satu kitab tafsir terdapat
beberapa aspek mendasar yang harus diketahui dan dikaji sebelum adanya
kesimpulan akhir dalam penentuan metode yang digunakan oleh seorang mufassir
dalam kitab tafsirnya. Adapun aspek-aspek tersebut adalah ;
a.
Peninjauan
dari segi sumber / pendekatannya
b.
Peninjauan
dari cara penjelasan dalam tafsir tersebut
c.
Peninjauan
dari segi keluasan bahasanya
d.
Peninjauan
dari cara penertiban ayat
e.
Dan
terakhir adalah peninjauan dari segi kecenderungan mufassir dalam penafsirannya
Berikut
adalah analisa terhadap tafsir Al Qur’an al Adzim yang dipandang dari kelima
aspek yang telah disebutkan di atas.
1.
Apabila
ditinjau dari segi sumber yang digunakan dalam suatu penafsiran, maka dapat
disimpulkan terdapat dua sumber di dalamnya. Yaitu penafsiran bi al ma'tsur dan
bi ar ra'yi. Adapun yang dimaksud dengan tafsir bi al ma'tsur adalah penafsiran yang berbentuk riwayat, adapun
batasan tafsir bi al ma'tsur adalah tafsir yang diberikan oleh Al Qur'an,
sunnah Nabi, perkataan para sahabat dan tabi'in. Dan yang dimaksud dengan tafsir bi ar ra'yi
adalah bentuk penafsiran melalui pemikiran dan ataupun ijtihad.
Dari pemaparan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa
Tafsir Al Qur'an al Adzim ini termasuk dalam tafsir dengan pendekatan
periwayatan / bi al ma'tsur. Adapun contoh dari kesimpulan ini dapat dilihat
pada setiap penafsiran dalam kitab tafsir ini.
2.
Pada
aspek kedua adalah peninjauan yang dilihat dari cara penjelasannya. Hal ini
dapat dilihat dari cara dalam menjelaskan suatu ayat, apakah mufassir
menjelaskannya dengan cara bayani atau muqorron ( komperatif ). Penjelasan
secara bayani adalah penjelasan yang langsung dan adapun penjelasan muqorron
adalah penjelasan dengan system perbandingan. Yang dimaksud dengan perbandingan
adalah perbandingan antara satu ayat dengan ayat yang lain.
Dalam aspek ini, dapat disimpulkan bahwa Tafsir Al
Qur'an al Adzim termasuk dalam kelompok yang bayani, karena dalam penafsirannya
Ibnu Katsir menjelaskan secara rinci
tanpa menggunakan perbandingan.
3.
Aspek
ketiga dari metode yang digunakan adalah dari segi keluasan bahasanya. Dalam
aspek ini terdapat dua bagian yaitu ijmali dan itnabi. Tafsir Ibnu Katsir ini
termasuk dalam kelompok ijmali, karena Ibnu Katsir tidak menjelaskan secara
luas dalam aspek kebahasaannya.
4.
Dan
adapun yang termasuk dalam aspek keempat adalah tentang cara penyusunan atau
penertiban ayat. Terdapat tiga cara penertiban ayat dalam suatu kitab tafsir,
tahlili, maudhu'i. dan nuzuli. Tahlili adalah penyusunan ayat secara urut, dari
surat pertama sampai terakhir. Maudhu'i adalah penyusunan ayat dengan cara
pengelompokan ayat-ayat dalam satu judul atau tema. Dan nuzuli adalah
penyusunan ayat sesuai dengan rentetan asbabun nuzul yang dimiliki.
Adapun Tafsir Al Qur'an al Adzim tersusun secara
tahlili, yaitu disusun dengan urutan surat dan ayat pada mushaf.
5.
Peninjauan
terakhir dari kelima aspek diatas adalah peninjauan secara latar belakang atau
kecenderungan mufassir dalam penafsiraanya. Terdapat banyak kitab tafsir dengan
perbedaan di dalamnya, dan kecenderungan mufassir sendiri sangat menentukan
produk tafsirnya. Mufassir yang lebih
cenderung pada kajian kebahasaan akan membahas secara rinci kedudukan nahwu,
shorof dan balaghohmya. Lain halnya dengan mufassir yang cenderung pada
fiqihnya, maka mufassir tersebut akan membahas secara detail setiap ayat yang
berhubungan dengan kajian fiqih.
Ibnu Katsir termasuk salah satu ulama
fiqih yang terkemuka, dan ini menjadi
salah satu inidikasi kecenderungan Ibnu Katsir dalam kitab tafsirnya. Dalam
penafsirannya pada ayat-ayat hukum, Ibnu Katsir pun menjelaskan secara mendetail
dengan menyebutkan pendapat dan dalil-dalil yang digunakan oleh para ulama
fiqih.
E. Keistimewaan dan kelemahan Tafsir Al Qur'an al
Adzim karya Ibnu Katsir
Keistimewaan
tafsir Ibnu Katsir ini bisa kita jabarkan ke dalam beberap point;
1.
menghimpun ayat-ayat yang serupa dengan menjelaskan rahasia yang dalam dengan
keserasiannya, keselarasan lafadnya, kesimetrisan uslubnya serta keagungan
maknanya.
2.
menghimpun hadits dan khabar baik itu perkataan sahabat dan tabi’in. Dengan
menjelaskan derajat hadits atau riwayat tersebut dari shahih dan dla’if, dengan
mengemukakan sanad serta mata rantai rawi dan matannya atas dasar ilmu jarh
wa ta’dîl. Pada kebiasaannya dia rajihkan aqwal yang shahih dan
menda’ifkan riwayat yang lain.
3.
keterkaitan tafsir ini dengan pengarangnya yang mempunyai kapabilitas mumpuni
dalam bidangnya. Ibnu Katsir ahli tafsir, tapi diakui juga sebagai muhaddits,
sehingga dia sangat mengetahui sanad suatu hadits. Oleh karenanya, ia
menyelaraskan suatu riwayat dengan naql yang shahih dan akal sehat.
Serta menolak riwayat yang munkar dan riwayat yang dusta, yang tidak bisa
dijadikan hujjah baik itu di dunia ataupun di akhirat kelak.
4.
jika ada riwayat israiliyat Ia mendiskusikannya serta menjelaskan kepalsuannya,
juga menyangkal kebohongannya dengan menggunakan konsep jarh wa ta’dil.
5.
menjelaskan dengan detail indikasi hokum yang terkandung dalam suatu ayat.
Kelemahan
Tafsir Ibnu Katsir
1.
tidak
menjelaskan unsur atau kaedah kebahasaan yang terkandung
2.
masih
memasukkan israiliyyat meski dengan menyertakan penjelasan
3.
meriwayatkan
hadits dloif
Daftar Pustaka
1.
Abdullah, Mawardi, Ulumul Qur’an, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2011
2.
Al Dzahabiy, Muhammad bin Husain, Al Tafsir wa al Mufassirun,
Qahirah, Darul Hadits, 2005
3.
Al Dimasyqiy, Ismail bin Katsir, Tafsir Al Qur’an al Adzim, Jeddah,
Al Haramain
4.
Al Dimasyqiy, Ismail bin Katsir, Tafsir Al Qur’an al Adzim,
Qahirah, Maktabatul Aulad
5.
Syafruddin, Paradigma Tafsir Tektual dan Kontekstual, Yogyakarta,
Pustaka Pelajar, 2009
[1] Abu al fida’ ibnu katsir al Dimasyqiy, Tafsir al Qur’an al Adzim
(Muqaddimah al Tahqiq), Maktabatul Aulad;Qahirah, , hlm 9
[2] Muhammad Husain al Dzahabiy, Al Tafsir wa al mufassirun, Darul
Hadits:Qahirah, hlm 211
[3] Abu al Fida’ Ibnu Katsir, Tafsir Al Qur’an al Adzim,
Haramain;Jeddah, hlm 109
[4] Mawardi Abdullah, Ulumul Qur’an, Pustaka Pelajar:Yogyakarta, 2011,
hlm 167
[5] Mawardi Abdullah, Ulumul Qur’an, Pustaka Pelajar:Yogyakarta, 2011,
hlm 168
ane copy ya
BalasHapus