Senin, 31 Desember 2012

Tela'ah Tafsir Al Qur'an al Adzim Karya Ibnu Katsir



I. Pendahuluan
             Sebagai kitab suci dan pedoman hidup bagi umat manusia, Al Qur'an mempunyai peran penting dalam kehidupan setiap individu yang senantyasa ingin berjalan pada jalan yang benar demi menggapai keridhoan Allah SWT. Maka pemahaman isi Al Qur'an menjadi satu kepentingan yang tidak bisa lagi dielakkan. Atas dasar kepentingan tersebut, munculah berbagai macam produk tafsir yang kerap berbeda satu dan yang lainnya.
          Perbedaan dalam penafsiran yang terjadi tidak boleh lepas dari pengamatan kita, karena tak jarang perbedaan itu dapat menimbulkan pemahaman yang relative berbeda. Maka dari itu, kita harus senantyasa berusaha untuk mengetahui berbagai metode yang dipakai dan latar belakang dari setiap mufassir karena latar belakang dari para mufassir itu sendiri dapat menimbulkan perbedaan yang tidak bisa dipungkiri lagi.
Dalam sejarah perkembangan tafsir, telah dapat ditemukan berbagai macam produk tafsir yang berbeda dan dapat diketahui banyaknya ulama muslim yang berkecimpung dalam hal ini demi menggali makna terdalam yang terkandung dalam Al Qur'an. Tafsir Al Qur’an Al Adzim adalah Tafsir yang ditulis oleh Imam Al Jalil Al Hafidz Ibnu Katsir adalah salah satu tafsir yang ikut mewarnai maraknya penafsiran Al Qur’an. Penafsiran dari para mufassir memiliki ciri dan metode yang berbeda antara satu dan yang lainnya. Maka dari itu merupakan kewajiban kita untuk meneliti metode apa yang dipakai dan makna apa saja yang terkandung didalam setiap produk tafsir para mufassir tersebut. Dan pada kesempatan kali ini akan dibahas hal-hal terkait tafsir Al Qur’an Al Adzim yang ditulis oleh Al Hafidz Ibnu Katsir.
II. Pembahasan
  1. Biografi Ibnu Katsir
Imam Al Hafidz Ibnu Katsir adalah seorang ulama syafi’i dan salah satu dari ahli hadits, dilahirkan di kota ibunya yaitu kota mijdal yang berada di Bashra. Dan Ibnu Katsir tumbuh dalam kondisi keluarga yang mengutamakan keilmuan dan ajaran agama. Ayahnya bernama Umar bin Hafsh bin Katsir , dan ayahnya meninggal pada tahun 707 H ketika ia berumur tiga tahun, lalu berpindahlah Ibnu Katsir ke kota Damaskus. Setelah ayahnya meninggal, Ibnu Katsir dididik dan dibesarkan oleh saudaranya yang bernama syaikh abdul wahhab dan dari saudaranya inilah Ibnu Katsir belajar ilmu fiqh.
Pada tahun 706 ketika berumur 6 tahun Ibnu Katsir pergi dan menetap di kota damaskus, ibu kota Syiria. Setibanya di Damaskus Ibnu Katsir mendalami ilmu fiqih kepada Syekh Burhanuddin Ibrohim Ibnu Abdirrohman Alfazzari yang biasa dikenal dengan sebutan Ibnu al Farkah.
Kesungguhannya didalam menuntut ilmu membuatnya tidak hanya mengupas ilmu dibidang fiqih, lebih dari itu Ibnu Katsir pun menelusuri keilmuan dibidang lain seperti tafsir, hadits bahkan sejarah. Kesungguhan, kecerdasan serta daya hafal yang kuat membawa sang imam menjadi sosok yang memiliki kredibilitas bukan hanya dibidang tafsir, akan tetapi Ibnu Katsir pun dikenal sebagai ahli hadits bahkan sejarah. Karya Imam Ibnu Katsir dibidang hadits semisal “at-takmil fi ma’rifah at-tsiqot wa al-majahil ” atau karya beliau “ jami’ al-masanid wa as-sunan “ menjadi bukti nyata bahwa selain tokoh dalam dunia tafsir Ibnu Katsir juga tokoh dalam dunia hadits, atau karyanya “al-bidayah wa an-nihayah” menjadi bukti akan kompetensinya di bidang sejarah.
Pada tahun 711 H, Imam Ibnu Katsir berhasil menghafal Al-Quran dibawah bimbingan Syekh Ghailan al-Ba’labaki, hal ini bertepatan dengan kedatangan Syekh al-hafiz Ibnu Jama’ah di kota Damaskus. Imam Ibnu Katsir pun menemuinya untuk berguru, dari Syaikh al-hafiz Ibnu Jama’ah inilah Ibnu Katsir belajar takhrij hadits kitab ar-rafi’I (as-syarh al-kabir) sebuah kitab fikih mazhab syafi’i.[1]
Seiring berjalannya waktu tumbuhlah Ibnu Katsir menjadi sesosok yang selalu menyibukkan diri dengan keilmuan. Ibnu Katsir mencari ilmu kepada banyak guru, diantaranya :
-          Syaikh Al Islam Abu Abbas Ahmad bin Taymiyah
-          Syaikh Al Hafidz Abu Al Hajjaj Yusuf
-          Syaikh Abu Abdillah Muhammad bin Ahmad Adz Dzahabi
-          Syaikh Abu Abbas Ahmad Al Hijar ( ibnu As syahnah )
-          Syaikh Abu Ishak Ibrohim Al Fazari
-          Syaikh Al Hafidz Kamaluddin Abdul Wahhab
-          Imam Kamaluddin Abu Ma’ali Muhammad bin Zamalkani
-          Imam Muhyiyuddin Abu Zakariya Yahya Asysyaybani
-          Imam Muhammad Qosim Al Barzali
-          Syaikh Syamsuddin Abu Nashr Muhammad Asysyirazi
Selain memiliki banyak guru, Ibnu katsir  juga memiliki banyak murid, diantaranya :
-          Muhammad bin Muhammad bin Khodri Al Quraysyi
-          Mas’ud Al Anthoki An Nahwi
-          Muhammad bin Abi Muhammad Al juzri, Syaikh Ilmu Qiroat
-          Muhammad bin Ismail Bin Kastir
-         Imam Ibnu Abi ‘Uzz Al Hanafi
Diantara karya – karya Ibnu Katsir adalah :
1.      Tafsir Al Qur'an Al Adzim
2.      Al Bidayat wan Nihayat
3.      Jami' Al Masanid Al 'Asyrah
4.      Al  Ikhtishor as Siroh an Nabawiyyah
5.      Al Ikhtishor fi Ulumi al Hadits
6.      Al-Ijtihad fi Thalabi al-Jihad
7.      Risalah fi al-Jihad


  1. Profil kitab Tafsir Al Qur'a al Adzim Karya Ibnu Katsir
Tafsir Ibnu Katsir adalah salah satu kitab tafsir yang terkenal dengan menggunakan mendekatan periwayatan atau yang biasa disebut tafsir bi al ma'tsur. Dalam kitab tafsirnya, Ibnu Katsir lebih banyak mencantumkan periwayatan baik dari hadits-hadits Nabi, perkataan para sahabat dan tabi'in sebagai sumber dari  argumentasinya, Tak jarang Ibnu Katsir juga memberikan penjelasan tentang jarh dan ta'dil pada periwayatan, menshohihkan dan mendhoifkan hadits.[2]
Tentang isroiliyat, Ibnu Katsir membolehkan mencantumkannya dalam tafsir dengan syarat isroiliyat yang di gunakan memiliki sanad yang shahih, tidak bertentangan dengan syari’at dan ini digunakan hanya untuk istidlal atau bukti penafsiran yang ada ,bukan sandaran prinsipil dalam tafsir. Seperti penafsiran pada surat Al Baqoroh ayat 67.
Dalam penafsiran dari ayat ini, dapat ditemukan satu cerita aneh dan panjang yang menceritakan tentang laki-laki dari Bani Israil. [3]
Setiap kitab tafsir memliki kecenderungan yang berbeda dalam penafsirannya. Pada Tafsir Al Aqur'an al Adzim ini, kecenderungan yang nampak adalah dari segi ahkam / fiqih. Hal ini dapat disimpulkan, karena Ibnu Katsir selalu memberi penjelasan yang luas disertai dengan pendapat para pada setiap ayat ahkam / fiqih.
C .  Metodologi  Penulisan Tafsir Al Qur'an al Adzim Karya Ibnu Katsir
Yang dimaksud metodologi penafsiran adalah metode tertentu yang digunakan oleh mufassir dalam penafsirannya. Pada umumnya metode ini terbagi menjadi empat, yaitu metode ijmali, tahlili ( analitis ), muqorin ( perbandingan ), maudhu'i ( tematik ).[4] Dan setiap metode yang digunakan pasti memiliki suatu ciri dan spesifikasi masing-masing.
Tafsir al Al Qur'an al Adzim ini dapat digolongkan sebagai salah satu tafsir dengan metode tahlili ( analitis ). Karena dalam menafsirkan setiap ayat, Ibnu Katsir menjelaskannya secara rinci dengan mencantumkan beberapa periwayatan yang lalu digunakan sebagai pendukung dari argumentasinya.
Yang dimaksud dengan metode tahlili adalah menafsirkan ayat-ayat Al Qur’an dengan memaparkan ayat-ayat Al Qur’an dan memaparkan berbagai aspek yang terkandung didalam ayat–ayat yang sedang ditafsirkan itu serta menerangkan makna-makna yang tercakup didalamnya sesuai dengan keahlian dan kecenderungan dari mufassir yang menafsirkan ayat-ayat tersebut .[5]
Dalam menerapkan metode ini biasanya mufassir menguraikan makna yang dikandung oleh Al Qur’an, ayat demi ayat dan surat demi surat sesuai dengan urutannya dalam mushaf. Uraian tersebut menyangkut beberapa aspek yang dikandung ayat yang ditafsirkan seperti pengertian kosakata, konotasi kalimatnya, latar belakang turun ayat, kaitannya dengan ayat-ayat yang lain, baik sebelum maupun sesudahnya (munasabat), dan tak ketinggalan pendapat-pendapat yang telah dikeluarkan berkenaan dengan tafsiran ayat terssebut baik yang disampaikan oleh Nabi, sahabat, maupun para tabi’in, dan tokoh tafsir lainnya.
Bagaimanapun bentuk metodologi yang dipakai, ia tetap merupakan produk ijtihadi atau hasil dari olah pikir manusia yang memiliki keterbatasan. Dan keterbatasan inilah yang menimbulkan ketidak sempurnaan, maka pada metode ini dapat kita temukan kelebihan dan kekurangan yang akhirnya menjadi ciri-ciri yang ada pada setiap metode.
D. Corak / Aliran Tafsir Al Qur'an al Adzim karya Ibnu Katsir
Dalam menganalisa satu kitab tafsir terdapat beberapa aspek mendasar yang harus diketahui dan dikaji sebelum adanya kesimpulan akhir dalam penentuan metode yang digunakan oleh seorang mufassir dalam kitab tafsirnya. Adapun aspek-aspek tersebut adalah ;
a.       Peninjauan dari segi sumber / pendekatannya
b.      Peninjauan dari cara penjelasan dalam tafsir tersebut
c.       Peninjauan dari segi keluasan bahasanya
d.      Peninjauan dari cara penertiban ayat
e.       Dan terakhir adalah peninjauan dari segi kecenderungan mufassir dalam penafsirannya
Berikut adalah analisa terhadap tafsir Al Qur’an al Adzim yang dipandang dari kelima aspek yang telah disebutkan di atas.
1.      Apabila ditinjau dari segi sumber yang digunakan dalam suatu penafsiran, maka dapat disimpulkan terdapat dua sumber di dalamnya. Yaitu penafsiran bi al ma'tsur dan bi ar ra'yi. Adapun yang dimaksud dengan tafsir bi al ma'tsur adalah  penafsiran yang berbentuk riwayat, adapun batasan tafsir bi al ma'tsur adalah tafsir yang diberikan oleh Al Qur'an, sunnah Nabi, perkataan para sahabat dan tabi'in.  Dan yang dimaksud dengan tafsir bi ar ra'yi adalah bentuk penafsiran melalui pemikiran dan ataupun ijtihad.
Dari pemaparan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa Tafsir Al Qur'an al Adzim ini termasuk dalam tafsir dengan pendekatan periwayatan / bi al ma'tsur. Adapun contoh dari kesimpulan ini dapat dilihat pada setiap penafsiran dalam kitab tafsir ini.
2.      Pada aspek kedua adalah peninjauan yang dilihat dari cara penjelasannya. Hal ini dapat dilihat dari cara dalam menjelaskan suatu ayat, apakah mufassir menjelaskannya dengan cara bayani atau muqorron ( komperatif ). Penjelasan secara bayani adalah penjelasan yang langsung dan adapun penjelasan muqorron adalah penjelasan dengan system perbandingan. Yang dimaksud dengan perbandingan adalah perbandingan antara satu ayat dengan ayat yang lain.
Dalam aspek ini, dapat disimpulkan bahwa Tafsir Al Qur'an al Adzim termasuk dalam kelompok yang bayani, karena dalam penafsirannya Ibnu Katsir  menjelaskan secara rinci tanpa menggunakan perbandingan.
3.      Aspek ketiga dari metode yang digunakan adalah dari segi keluasan bahasanya. Dalam aspek ini terdapat dua bagian yaitu ijmali dan itnabi. Tafsir Ibnu Katsir ini termasuk dalam kelompok ijmali, karena Ibnu Katsir tidak menjelaskan secara luas dalam aspek kebahasaannya.
4.      Dan adapun yang termasuk dalam aspek keempat adalah tentang cara penyusunan atau penertiban ayat. Terdapat tiga cara penertiban ayat dalam suatu kitab tafsir, tahlili, maudhu'i. dan nuzuli. Tahlili adalah penyusunan ayat secara urut, dari surat pertama sampai terakhir. Maudhu'i adalah penyusunan ayat dengan cara pengelompokan ayat-ayat dalam satu judul atau tema. Dan nuzuli adalah penyusunan ayat sesuai dengan rentetan asbabun nuzul yang dimiliki.
Adapun Tafsir Al Qur'an al Adzim tersusun secara tahlili, yaitu disusun dengan urutan surat dan ayat pada mushaf.
5.      Peninjauan terakhir dari kelima aspek diatas adalah peninjauan secara latar belakang atau kecenderungan mufassir dalam penafsiraanya. Terdapat banyak kitab tafsir dengan perbedaan di dalamnya, dan kecenderungan mufassir sendiri sangat menentukan produk tafsirnya. Mufassir  yang lebih cenderung pada kajian kebahasaan akan membahas secara rinci kedudukan nahwu, shorof dan balaghohmya. Lain halnya dengan mufassir yang cenderung pada fiqihnya, maka mufassir tersebut akan membahas secara detail setiap ayat yang berhubungan dengan kajian fiqih.
Ibnu Katsir termasuk salah satu ulama fiqih yang terkemuka, dan  ini menjadi salah satu inidikasi kecenderungan Ibnu Katsir dalam kitab tafsirnya. Dalam penafsirannya pada ayat-ayat hukum, Ibnu Katsir pun menjelaskan secara mendetail dengan menyebutkan pendapat dan dalil-dalil yang digunakan oleh para ulama fiqih.

E. Keistimewaan dan kelemahan Tafsir Al Qur'an al Adzim karya Ibnu Katsir
Keistimewaan tafsir Ibnu Katsir ini bisa kita jabarkan ke dalam beberap point;
1. menghimpun ayat-ayat yang serupa dengan menjelaskan rahasia yang dalam dengan keserasiannya, keselarasan lafadnya, kesimetrisan uslubnya serta keagungan maknanya.
2. menghimpun hadits dan khabar baik itu perkataan sahabat dan tabi’in. Dengan menjelaskan derajat hadits atau riwayat tersebut dari shahih dan dla’if, dengan mengemukakan sanad serta mata rantai rawi dan matannya atas dasar ilmu jarh wa ta’dîl. Pada kebiasaannya dia rajihkan aqwal yang shahih dan menda’ifkan riwayat yang lain.
3. keterkaitan tafsir ini dengan pengarangnya yang mempunyai kapabilitas mumpuni dalam bidangnya. Ibnu Katsir ahli tafsir, tapi diakui juga sebagai muhaddits, sehingga dia sangat mengetahui sanad suatu hadits. Oleh karenanya, ia menyelaraskan suatu riwayat dengan naql yang shahih dan akal sehat. Serta menolak riwayat yang munkar dan riwayat yang dusta, yang tidak bisa dijadikan hujjah baik itu di dunia ataupun di akhirat kelak.
4. jika ada riwayat israiliyat Ia mendiskusikannya serta menjelaskan kepalsuannya, juga menyangkal kebohongannya dengan menggunakan konsep jarh wa ta’dil.
5. menjelaskan dengan detail indikasi hokum yang terkandung dalam suatu ayat.
 Kelemahan Tafsir Ibnu Katsir
1.      tidak menjelaskan unsur atau kaedah kebahasaan yang terkandung
2.      masih memasukkan israiliyyat meski dengan menyertakan penjelasan
3.      meriwayatkan hadits dloif







Daftar Pustaka
1.      Abdullah, Mawardi, Ulumul Qur’an, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2011
2.      Al Dzahabiy, Muhammad bin Husain, Al Tafsir wa al Mufassirun, Qahirah, Darul Hadits, 2005
3.      Al Dimasyqiy, Ismail bin Katsir, Tafsir Al Qur’an al Adzim, Jeddah, Al Haramain
4.      Al Dimasyqiy, Ismail bin Katsir, Tafsir Al Qur’an al Adzim, Qahirah, Maktabatul Aulad
5.      Syafruddin, Paradigma Tafsir Tektual dan Kontekstual, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2009


[1] Abu al fida’ ibnu katsir al Dimasyqiy, Tafsir al Qur’an al Adzim (Muqaddimah al Tahqiq), Maktabatul Aulad;Qahirah, , hlm 9
[2] Muhammad Husain al Dzahabiy, Al Tafsir wa al mufassirun, Darul Hadits:Qahirah, hlm 211
[3] Abu al Fida’ Ibnu Katsir, Tafsir Al Qur’an al Adzim, Haramain;Jeddah, hlm 109
[4] Mawardi Abdullah, Ulumul Qur’an, Pustaka Pelajar:Yogyakarta, 2011, hlm 167
[5] Mawardi Abdullah, Ulumul Qur’an, Pustaka Pelajar:Yogyakarta, 2011, hlm 168

1 komentar: